Muara Kaman merupakan sebuah kecamatan di Kalimantan Timur yang terletak di tepi aliran Sungai Mahakam atau berada sekitar 120 km dari kota Tenggarong ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara. Di kecamatan ini terdapat sebuah daerah yang dikenal dengan nama Danau Lipan. Meskipun bernama Danau Lipan, daerah tersebut bukanlah seperti danau yang pada umumnya berbentuk cekungan besar tempat penampungan air pada permukaan bumi, yang airnya bersumber dari aliran sungai, mata air bawah tanah, ataupun air hujan. Akan tetapi, Danau Lipan ini merupakan padang luas yang ditumbuhi tumbuhan semak dan perdu seperti bunga merak dan nusa indah.
Dahulu, Muara Kaman dan sekitarnya merupakan lautan luas. Pada masa itu, di salah satu daerah di pinggir laut, telah berdiri sebuah kerajaan yang sangat makmur dan pelabuhannya sangat ramai dikunjungi oleh pedagang dari berbagai negeri. Kerajaan itu terletak di Berubus, Kampung Muara Kaman Ulu, atau dikenal dengan nama Benua Lawas. Kerajaan yang makmur itu diperintah oleh seorang putri cantik jelita yang bernama Putri Aji Bedarah Putih. Karena kecantikannya, para pangeran dan bangsawan dari berbagai negeri datang ke kerajaan itu untuk meminang sang Putri, akan tetapi tak satu pun peminang yang diterima. Pada suatu ketika, Raja Cina yang didampingi oleh pasukannya juga datang ke kerajaan itu untuk meminang sang Putri. Bersediakah sang Putri menerima pinangan Raja Cina itu? Bagaimana akhir kisah ini? Mau tahu jawabannya? Ikuti kisah selengkapnya dalam cerita Asal Mula Danau Lipan.
Alkisah pada zaman dahulu kala, kota Muara Kaman dan sekitarnya merupakan lautan luas yang indah. Airnya jernih membiru. Aneka ikan hidup di dalamnya. Salah satu daerah yang berada di pinggir laut itu adalah Berubus, Kampung Muara Kaman Ulu, atau yang dikenal dengan nama Benua Lawas. Pada masa itu, berdiri sebuah kerajaan yang damai dan makmur. Kedamaian kerajaan itu terlihat pada kehidupan sehari-hari rakyatnya. Mereka hidup saling tolong-menolong dan bersaudara. Kejahatan tidak merajalela, karena setiap pelaku kejahatan selalu dihukum berat. Sementara, kemakmurannya terlihat dengan adanya sebuah sumur yang disebut Sumur Air Berani. Konon, air sumur itu tidak pernah kering dan menjadi sumber penghidupan bagi penduduk kerajaan.
Kerajaan besar itu dipimpin oleh seorang putri yang bernama Putri Aji Berdarah Putih. Dia diberi nama demikian karena kulitnya sangat putih. Jika sang Putri makan sirih dan menelan air sepahnya, tampaklah air sirih yang merah itu mengalir melalui kerongkongannya. Keistimewaan lain yang dimiliki Puti Aji Berdarah Putih adalah wajahnya nan cantik jelita, anggun pribadi dan penampilannya, dan bijaksana pula. Kecantikan wajah dan kehalusan budi pekertinya itu membuat ia terkenal sampai ke seluruh negeri, bahkan sampai ke berbagai negara. Maka, tidaklah mengherankan jika banyak raja, pangeran dan bangsawan yang datang meminangnya. Pinangan demi pinangan terus datang kepadanya bak air Sungai Mahakam yang tak pernah berhenti mengalir. Namun, belum satu pun pinangan yang ia terima.
Mendengar berita itu, Raja Cina penasaran ingin mengetahui apa keistimewaan Putri Aji, sehingga ia berani menolak pinangan orang-orang yang datang kepadanya. Pada suatu hari, berangkatlah Raja Cina beserta balatentaranya dengan jung (kapal) besar menuju Benua Lawas. Mereka membawa barang-barang antik dari emas, dan keramik Cina yang terkenal mahal. Semua itu akan dipersembahkan sebagai hadiah pinangan untuk Putri Aji Bedarah.
Sesampainya di pelabuhan negeri Muara Kaman, Raja Cina disambut oleh Putri Aji Berdarah Putih dengan ramah. Aneka makanan dihidangkan sebagai penghormatan. Berbagai hiburan khas kerajaan pun dipergelarkan. Untuk mengetahui kebiasaan Raja Cina, sang Putri meluangkan waktu bersantap dengan Raja Cina. Sayang, Raja Cina tidak menyadari bahwa dia tengah diuji oleh sang Putri yang pandai dan bijaksana itu. Tengah makan dalam jamuan itu, sang Putri merasa jijik melihat cara bersantap tamunya. Raja Cina itu makan dengan menyesap, tanpa menggunakan tangan melainkan langsung dengan mulut. Sang Putri merasa tersinggung dan merasa dirinya tidak dihormati.
Selesai jamuan makan, Raja Cina segera menyampaikan pinangannya. Namun, pinangannya ditolak oleh sang Putri. “Maafkan daku, hai Raja Cina. Betapa hinanya seorang putri kerajaan berjodoh dengan manusia yang makannya menyesap seperti binatang," ucap Putri Aji Bedarah Putih menolak. Mendengar penolakan itu, Raja Cina sangat marah. Tanpa berpikir panjang, Raja Cina kembali ke jungnya. Lalu, ia memerintahkan pasukannya untuk menyerang kerajaan sang Putri. Perang sengit pun terjadi antara pasukan Cina melawan pasukan Putri Aji Bedarah Putih. Kedua pasukan tersebut berusaha membela kehormatan rajanya masing-masing.
Pasukan Raja Cina sangatlah tangguh, sehingga balatentara Putri Aji Bedarah Putih kewalahan menahan serangannya. Pasukan sang Putri pun banyak yang gugur dan terluka. Sang Putri sangat sedih dan kebingungan. Ia berusaha mencari cara untuk mengalahkan Raja Cina. Sangat lama Putri berpikir dan tercenung. Namun, ia belum juga menemukan cara yang baik. Sang Putri hampir putus asa. Ia kemudian berdoa memohon perlindungan dari Tuhan Yang Mahakuasa. Selesai berdoa, Putri segera makan sirih seraya berucap, "Kalau benar aku ini keturunan raja sakti, maka jadikanlah sepah-sepahku ini lipan-lipan yang dapat mengalahkan Raja Cina beserta seluruh balatentaranya."
Selesai berkata demikian, disemburkannyalah sepah dari mulutnya ke arah arena pertempuran yang tengah berkecamuk itu. Atas kekuasaaan Tuhan Yang Mahakuasa, dalam sekejap mata sepah (ampas) sirih sang Putri berubah menjadi beribu-ribu lipan yang besar-besar. Lalu, dengan bengisnya, lipan-lipan yang panjangnya lebih dari satu meter tersebut menyerang pasukan Raja Cina yang sedang mengamuk. Sang Putri sangat gembira menyaksikan pasukan Raja Cina lari tunggang-langgang menuju jungnya. Meskipun mereka telah sampai di jung, lipan-lipan tersebut tetap mengejar mereka, karena telah dititahkan oleh sang Putri untuk mengalahkan Raja Cina dan balatentaranya. Beberapa ekor lipan raksasa terus mengejar sampai ke dalam air, lalu membalikkan jung Raja Cina. Tenggelamlah jung tersebut beserta seluruh penumpangnya dan segala isinya.
Setelah Raja Cina dan seluruh balatentaranya tewas, Putri Aji Bedarah Putih pun hilang secara gaib. Bersamaan dengan lenyapnya sang Putri, lenyap pulalah Sumur Air Berani. Laut tempat jung Raja Cina tenggelam kemudian mendangkal menjadi suatu daratan berupa padang luas yang ditumbuhi semak dan perdu. Kemudian, masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Danau Lipan.
Untuk mengenang cerita di atas, masyarakat Kalimantan Timur mengabadikan nama Danau Lipan menjadi nama daerah, yang kini dikenal dengan Danau Lipan yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara. Konon, menurut yang empunya cerita, masyarakat yang ada di sekitar Danau Lipan sering menemukan barang-barang antik dari negeri Cina. Pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman (1850-1899 M.), masyarakat yang ada di sekitar Danau Lipan tersebut pernah menemukan sebuah kalung yang terbuat dari emas yang dikenal dengan Kalung Ciwa. Kemudian Penduduk yang menemukan kalung tersebut menyerahkannya kepada Sultan Aji Muhammad Sulaiman, yang kemudian menjadikan kalung itu sebagai perhiasan kerajaan dan menggunakannya pada acara pesta adat Erau dalam rangka ulang tahun penobatan Sultan sebagai Sultan Kutai Kartanegera Ing Martapura.
Selain mengabadikan Danau Lipan sebagai nama daerah, masyarakat Kalimantan Timur juga mengabadikannya menjadi nama sebuah jalan dan klub sepak bola. Di Kelurahan Melayu, Kota Tenggarong, Kutai Kartanegera terdapat sebuah nama jalan yang diberi nama Danau Lipan. Di Kota Tenggarong ini pula berdiri sebuah klub sepakbola dengan nama yang sama.
Cerita rakyat di atas termasuk dalam cerita teladan yang mengandung nilai-nilai moral. Adapun hikmah yang dapat diambil darinya adalah bahwa seorang pemimpin harus memiliki rasa tanggungjawab yang besar terhadap rakyat, seperti tercermin pada sifat Putri Aji Bedarah Putih. Ketika melihat banyak pasukannya yang tewas dalam pertempuran melawan pasukan Raja Cina, ia segera berpikir mencari jalan keluarnya dengan berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar memberinya kekuatan, agar pasukan Raja Cina bisa dikalahkan. Hikmah lain yang dapat diambil dari cerita di atas adalah tuan rumah yang baik selalu menyambut tamunya dengan ramah dan menjamunya dengan baik. Hal ini tercermin pada sifat ramah-tamah sang Putri Aji yang menyambut kedatangan Raja Cina yang ingin meminangnya dengan jamuan yang istimewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar